Dampak Kenaikan BBM, Angka Kemiskinan di NTB Diprediksi Naik Signifikan

0

Mataram (Suara NTB) – Angka kemiskinan Provinsi NTB yang belakangan terus menurun dikhawatirkan akan naik signifikan, bahkan diprediksi hingga ke 14 persen lebih. Menyusul, naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang cukup tinggi.

Berasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terakhir, persentase penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 13,68 persen,menurun 0,15 persen poin terhadap September 2021 dan turun 0,46 persen poin terhadap Maret 2021. Jika dikonversi ke dalam angka, jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 731,94 ribu orang, berkurang 3.360 orang terhadap September 2021 dan berkurang 14.720 orang terhadap Maret 2021.

‘’Angka kemiskinan kita ini bisa naik lagi, bahkan bisa sampai ke 14 persen lebih, karena efek domina dari kenaikan harga BBM,’’ ujar Dr. Iwan Harsono, ekonom dari Universitas Mataram, Selasa, 6 September 2022.

Menurut Iwan Harsono, NTB mengalami beberapa kali tekanan. Pertama gempa tahun 2018, kemudian Covid-19 sejak awal 2020, disusul lagi kenaikan inflasi karena kenaikan harga-harga, ditambah lagi dengan kenaikan harga BBM yang tentu akan mendongkrak kembali kenaikan harga – harga ini.

‘’Karena itu, pemerintah daerah di NTB memang harus kerja keras menekan dampak ikutan kenaikan BBM ini,’’ imbuhnya.

Ada dua skenario yang bisa dilakukan. Pertama, bantuan sosial harus dilakukan secara efektif. Kalau ini bisa dilakukan, pengalihan subsidi BBM bisa menahan laju kenaikan angka kemiskinan.

“Itu kalau efektif bantuan sosial dan tepat sasaran, paling naiknya angka kemiskinan 0,13 persen atau kembali jadi 13,90 persen,” katanya.

Sebaliknya, jika bantuan-bantuan sosial tidak efektif dan tidak tepat sasaran, maka angka kemiskinan bisa naik menjadi 14 persenan. Karena apa? Kata Dr. Iwan Harsono, akibat dari kemahalan dan meningkatnya harga – harga yang diperkirakan sampai 6-8 persen, maka batas garis kemiskinan akan meningkat.

‘’Saat ini garis kemiskinan pada Maret 2022 adalah pengeluaran rata-rata satu orang dalam satu keluarga sebesar Rp459.826 per kapita per bulan. Pengeluaran ini bisa membengkak. Di atas garis kemiskinan, misalnya pengeluarannya Rp500 .000 perbulan, bisa masuk kategori miskin juga nanti,’’ imbuhnya.

Ia menekankan kembali, dua hal strategis untuk menekan angka kemiskinan NTB adalah lakukan update data penerima bansos untuk efektifitas bantuan. Dan ketepatan program-program pembangunan yang dilakukan pemerintah.

‘’Pembahasan APBD sekarang di DPR akan berimplikasi kepada hal-hal ini. Maka ini harus jadi catatan di Udayana (DPRD NTB),’’ demikian  Iwan Harsono.(bul)