Terkait Tunjangan Profesi, Guru di NTB Diharap Tetap Tenang

0

Mataram (Suara NTB) – Beredar isu tentang penghapusan Tunjangan Profesi Guru (TPG) yang dikaitkan dengan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Guru di NTB diharapkan tetap tenang dalam menyikapi isu tersebut.

Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) NTB, Ermawanti pada Senin, 29 Agustus 2022 mengatakan, menyikapi terkait dengan adanya isu penghapusan Tunjangan Profesi Guru yang dikaitkan dengan RUU Sisdiknas, ia menghimbau agar guru tidak terprovokasi dengan isu yang meresahkan dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.

“IGI sebagai organisasi profesi guru yang dilibatkan dan menjadi mitra Kemdikbudristek dalam pembahasan revisi UU guru dan dosen 2022 tidak melihat aspek yang akan merugikan dan menghilangkan hak guru. Mari kita cermati dengan baik dan cerdas tanpa menimbulkan kegaduhan,” ujarnya.

Ketua Umum IGI, Danang Hidayatullah melalui siaran pers yang diterima Suara NTB mengatakan, IGI menyatakan siap mengawal RUU Sisdiknas untuk mewujudkan janji pemerintah dalam memajukan kesejahteraan dan kualitas guru yang tertunda belasan tahun. Indonesia selama ini menjalankan satu sistem pendidikan yang diatur dalam tiga undang-undang yaitu UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Dalam perkembangannya, tidak semua aturan dalam undang-undang tersebut sesuai dengan kebutuhan perubahan zaman. Di era merdeka belajar saat ini, sangat penting adanya ruang inovasi dan kreativitas dalam sistem pendidikan yang terkandung di RUU Sisdiknas.

IGI sebagai organisasi profesi guru telah menelaah naskah akademik beserta naskah RUU Sisdiknas, khususnya pada pasal 104 sampai dengan pasal 112 terkait pendidik atau guru. Di dalam naskah RUU Sisdiknas, ada beberapa hal positif yang menjadi energi baru bagi guru. Misal dimasukkannya PAUD sebagai salah satu jenjang pendidikan, yakni jenjang Pendidikan Anak Usia Dini, dalam pasal 18 ayat 2. Hal positif lain yaitu tentang karir guru. Namun, perlu ada pengaturan lebih lanjut mengenai hal tersebut.

Di dalam naskah akademik RUU Sisdiknas juga dijelaskan upaya dan niat baik pemerintah terkait pemisahan pengaturan antara sertifikasi dan penghasilan guru. Namun, niat baik tersebut tidak tertuang dalam batang tubuh RUU Sisdiknas sehingga memunculkan berbagai persepsi di kalangan guru dan penggiat pendidikan, salah satunya adalah terkait hilangnya klausul tunjangan profesi guru. Dalam tataran implementasi, yang menjadi dasar kebijakan adalah UU Sisdiknas, bukan naskah akademik.

“Selain hal-hal positif di atas, terdapat beberapa masukan dari IGI agar RUU Sisdiknas ini layak dijadikan landasan hukum untuk pemenuhan hak dan kewajiban guru di Indonesia. Adanya penyederhanaan istilah atau kalimat di RUU ini membuat beberapa pasal memerlukan penjelasan dan/atau ayat tambahan untuk memperjelas pasal-pasal tersebut,” ujar Danang.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui siaran persnya mengatkan, Kemendikburistek terus memperjuangkan kesejahteraan para pendidik di Indonesia. Upaya tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang mendorong diberikannya penghasilan layak bagi semua guru.

“RUU Sisdiknas merupakan upaya agar semua guru mendapat penghasilan yang layak sebagai wujud keberpihakan kepada guru. RUU ini mengatur bahwa guru yang sudah mendapat tunjangan profesi, baik guru ASN (aparatur sipil negara) maupun non-ASN, akan tetap mendapat tunjangan tersebut sampai pensiun, sepanjang masih memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” dikatakan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Iwan Syahril melalui Taklimat Media secara virtual, Senin, 29 Agustus 2022.

“RUU ini juga mengatur bahwa guru yang sudah mengajar namun belum memiliki sertifikat pendidik akan segera mendapatkan penghasilan yang layak tanpa perlu menunggu antrean sertifikasi,” imbuh Iwan Syahril.

Selanjutnya, Dirjen GTK menerangkan bahwa guru ASN yang sudah mengajar namun belum memiliki sertifikat pendidik akan mendapatkan penghasilan yang layak sesuai Undang-Undang ASN. “Dengan demikian, guru ASN yang yang belum mendapat tunjangan profesi akan otomatis mendapat kenaikan pendapatan melalui tunjangan yang diatur dalam UU ASN, tanpa perlu menunggu antrean sertifikasi yang panjang,” ujarnya.

Sedangkan untuk guru non-ASN yang sudah mengajar namun belum memiliki sertifikat pendidik, maka pemerintah akan meningkatkan bantuan operasional satuan pendidikan untuk membantu yayasan penyelenggara pendidikan memberikan penghasilan yang lebih tinggi bagi gurunya sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan. “Skema ini sekaligus membuat yayasan penyelenggara pendidikan lebih berdaya dalam mengelola SDM-nya,” ujar Dirjen GTK.

Pada intinya, lanjut Dirjen GTK, dengan pengaturan yang diusulkan dalam RUU Sisdiknas ini, guru yang sudah mendapat tunjangan profesi dijamin tetap mendapat tunjangan tersebut sampai pensiun.

“Sedangkan guru-guru yang belum mendapat tunjangan profesi akan bisa segera mendapat kenaikan penghasilan, tanpa harus menunggu antrean sertifikasi yang panjang,” kata Iwan Syahril.

Selain itu, RUU Sisdiknas juga memberi pengakuan kepada pendidik PAUD dan kesetaraan. Melalui RUU ini, satuan PAUD yang menyelenggarakan layanan untuk usia 3-5 tahun dapat diakui sebagai satuan pendidikan formal. Dengan demikian, pendidik di satuan pendidikan tersebut dapat diakui dan mendapat penghasilan sebagai guru, sepanjang memenuhi persyaratan. Hal yang sama berlaku untuk pendidik di satuan pendidikan nonformal penyelenggara program kesetaraan yang memenuhi persyaratan. (ron)