Hasil produksi gabah para petani di Kabupaten Lombok Barat (Lobar) sangat minim diserap atau dibeli oleh para mitra Bulog yang biasanya membeli gabah dari petani. Para mitra Bulog belum berani membeli gabah para petani lantaran dari Pemerintah Pusat belum menerbitkan Harga Perkiraan Pemerintah (HPP) gabah dan beras tahun 2022. Pemerintah juga diminta segera menerbitkan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Sedangkan para petani di Kabupaten Lobar segera panen, petani dan mitra meminta agar pemerintah segera menerbitkan HPP, dan meminta Bulog untuk segera melakukan pembelian gabah petani.
Seperti yang diungkapkan oleh seorang mitra Bulog di Lobar, Erwin menyebutkan sampai saat ini, belum ada instruksi dari pemerintah untuk pembelian gabah, akibatnya, hasil produksi gabah petani, menumpuk membeludak tidak ada yang berani membeli. “Sampai saat ini pemerintah tidak ada instruksi untuk beli hasil panen petani, hasilnya gabah membeludak dan harga anjok sekali,” ungkapnya akhir pekan kemarin.
Sebagai mitra, HPP yang diterbitkan oleh pemerintah menjadi dasar bagi mitra untuk berani membeli gabah petani, kalau belum ada standar harga, mareka belum berani untuk membeli karena hawatir, harga pembelian yang mereka pakai di atas harga yang sudah ditetapkan oleh Bulog. “Kalau sekarang kita beli, kemudian setelah itu keluar HPP dengan harga di bawah pembelian kita, rugi kita yang membeli gabah petani,” tuturnya.
Namun di satu sisi, para petani ini meminta agar mitra segera membeli atau menyerap gabah mereka, karena para petani juga butuh uang untuk mengembalikan modal tanam mereka dan untuk bisa melakukan aktivasi penanam kembali. “Petani minta kita untuk membeli, karena petani butuh uang juga, untuk menutupi biaya tanam dan kebutuhan tanam lagi, ” tegasnya.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong agar Pemkab Lobar, meminta agar pemerintah pusat segera mengeluarkan HPP, agar gabah petani bisa segera diserap. Dari informasi yang diterima Erwin, salah satu alasan kenapa Bulog belum melakukan penyerapan gabah, karena stok beras di Bulog masih banyak karena efek pandemi, banyak beras yang tidak bisa dikirim keluar daerah, karena dampak Covid-19.
” Sekarang petani nelepon terus, meminta agar gabah mereka dibeli tetapi kita juga tidak berani membeli, karena tidak ada standar harga, kalau sudah itu ada baru kita berani beli, ” ujarnya.
Untuk mengantisipasi agar harga gabah tidak anjlok, Hamka petani yang juga Ketua Kelompok Tani di Desa Beleka ini meminta agar sebelum panen raya Pemkab Lobar melalui Dinas Pertanian bersama DPRD Lobar yang membidangi masalah pertanian membuat kebijakan menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk harga gabah sebelum panen raya. “Pokoknya harga gabah itu, jangan sampai harga Rp350 ribu per kuintal, harus di atas harga Rp350 ribuan,” harapnya.
Ia menyebutkan jika harga gabah di atas Rp 350 ribu apalagi bisa sampai Rp 400 ribu per kuintal para petani sudah mendapatkan keuntungan, karena rata-rata biaya hidup kebutuhan petani dalam satu hektare lahan sekitar Rp 7-10 jutaan dalam per hektar.
Kalau pemerintah sudah menerbitkan HET atau harga standar, maka harga gabah di lapangan bisa diatur sesuai dengan standar harga yang tertera dalam aturan pemerintah. “Pemerintah harus menentukan standar harga gabah sebelum panen raya, jangan sampai harga gabah Rp 350 ribu per kuintal karena kalau seharga itu, petani “Pak Pok” (hanya kembali modal), paling tidak harga gabah di atas Rp 350 ribu, standar harganya Rp400 ribu baru dia pas, ” harapnya. (her)