Mataram (Suara NTB) – Dewan Pendidikan Provinsi NTB meminta pemerintah agar mempertimbangkan kekurangan guru sebelum menerapkan kebijakan penghapusan tenaga honor pada tahun 2023. Selain itu, factor pengabdian guru honorer selama ini perlu diperhatikan, sehingga tidak tiba-tiba mereka yang sudah lama mengabdi seketika diberhentikan.
“Tenaga honor itu bukan tidak baik, tenaga honor membantu kekurangan tenaga guru di sekolah. Kalau (honorer) dihapus secara tiba-tiba, tapi sekolah belum sanggup menutupi kekurangan guru, ya kurang pas,” ujar Ketua Dewan Pendidikan Provinsi NTB, H. Rumindah, belum lama ini.
Namun, jika semua guru honorer sudah diangkat menjadi guru berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) dan menutupi kekurangan guru, maka pengurangan atau penghapusan guru honorer sudah tepat
Menurut Rumindah, pemerintah harus memerhatikan konsekuensi dari pemberhentian honorer, seperti mengatasi kekurangan guru dan mengatasi setelah guru honorer diberhentikan.
“Guru honor dihapus, sah-sah saja, tapi bagaimana mengatasi kekurangan guru, dan bagaimana setelah guru honorer diberhentikan. Guru honorer sudah membantu bertahun-tahun di sekolah terus diberhentikan sekaligus tiba-tiba, itu kurang bagus,” ujar Rumindah.
Diakuinya, kalau guru berlebihan di satu sekolah memang akan menimbulkan sejumlah masalah seperti kekurangan jam mengajar atau tingginya biaya untuk membayar guru honorer. Pemerintah harus mengambil kebijakan yang tepat.
“Dengan berhentinya guru honor, apakah guru sudah cukup nantinya? Kalau masih kurang, kenapa memaksakan memberhentikan guru honorer. Berpikir realistis, kalau tenaga kurang, kenapa harus dipaksakan diberhentikan. Beban guru yang ada jadi tambah besasr, dampaknya macam-macam. Pertanyaannya cukup atau belum guru honorer?” pungkas Rumindah.
Sebelumnya, Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), yang juga dari Serikat Guru Mataram, Mansur pada pekan kemarin mengatakan, jika ketentuan ini berjalan sesuai aturannya, ini bisa menjadi berita baik bagi para pencari kerja sekaligus menuntaskan permasalahan data pegawai yang sampai saat ini masih simpang siur.
“Para pencari kerja diuntungkan karena tidak akan ada lagi kekosongan pegawai yang diisi oleh tenaga honorer yang notabene kental unsur KKN, di pihak lain tidak ada juga tenaga honorer yang akan dibayar di bawah upah minimum,” ujar Mansur.
Pihaknya berharap semua pegawai pemerintah tahun 2024 nanti sudah berstatus ASN, karena selama periode 2022-2023 semua pegawai honor yang ada sekarang akan diberi kesempatan untuk menjadi ASN.
“Jika demikian data pegawai akan lebih pasti sekaligus peraturan dan ukuran kinerja pegawai mudah untuk diterapkan. Tentu saja pemerintah pusat, daerah maupun instansi dibawahnya harus konsisten dengan aturan ‘tidak boleh mengangkat pegawai honor baru sejak ini’,” ujarnya. (ron)