Realisasi NTB Hijau 2018-2023

0

Oleh: Nilwan Subuhadi1, 2120151201,
(Program Magister Manajemen Inovasi, Universitas Teknologi Sumbawa)

A. PENDAHULUAN
NTB Hijau merupakan salah satu program pembangunan Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) yang tertuang dalam Program Kerja Gubernur. Program tersebut merupakan salah satu bentuk komitmen Pemerintah NTB dalam menyelamatkan lingkungan dan konservasi hutan yang dilakukan mulai dari bagian hulu hingga hilir. Tidak hanya itu, Program NTB Hijau juga merupakan perwujudan dari Peraturan Gubernur (Pergub) No.51 tahun 2012 tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.
NTB Hijau menjadi Program unggulan Provinsi NTB diharapkan tak hanya memberikan dampak positif kepada lingkungan saja. Melainkan juga harus dapat memberikan banyak manfaat langsung kepada masyarakat sebagai pelaku utama. Pengurangan dan penanganan sampah serta penghijauan lahan cepat atau lambat akan memberikan berbagai insentif dan beragam manfaat serta hal-hal positif bagi kemaslahatan masyarakat di NTB.

NTB Hijau juga melibatkan peran Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), dimana KPH diharapkan mampu mengurangi laju deforestasi dan degradasi lingkup Provinsi Nusa Tenggara Barat. Beberapa strategi lingkungan itu seperti dipaparkan Dinas Lingkungan Hidup NTB dalam mewujudkan NTB Hijau adalah pelibatan masyarakat desa di pesisir hutan untuk mulai menanam tanaman produktif di areal perhutanan sosial. Progress strategi ini yang sudah berproduksi seperti Industri Kayu Lima Sejahtera di Lombok Tengah yang menghasilkan 40 kubik perhari dan telah mengekspor ke Maroko sebanyak 100 kubik pada bulan ini. Industri tanaman minyak atsiri di KLU, Lotim dan Sumbawa untuk kebutuhan pasar ekspor dan nasional, industri bambu dari bahan baku hutan rakyat di Lombok dan Sumbawa serta industri pakan ternak dan hijauan di Sumbawa dan Sekotong berupa lamtoro dan tanaman fast growing lainnya.

Sistem kerja berbasis desa dan masyarakat ini harus terus dicari terobosan agar masyarakat makin peduli dengan lingkungan. Pengurangan dan penanganan sampah dengan pola bank sampah maupun daur ulang bernilai ekonomi seperti pelet bahan bakar dan kompos, baru beberapa langkah dari strategi menarik minat masyarakat terhadap lingkungan. Begitupula dengan industrialisasi hutan dengan tanaman produktif adalah bagian dari target nol sampah dan lingkungan hijau pada 2023.

1. Penyiapan Regulasi Pengelolaan Hutan
Regulasi yang mengatur pengelolaan hasil hutan diatur dalam Peraturan Daerah NTB No. 5 Tahun 2018 yang mengatur tentang :
a. Dasar pemungutan kerjasama/kemitraan pemanfaatan hasil hutan seperti hasil hutan kayu (HHK), hasil hutan bukan kayu (HHBK), serta jasa lingkungan.
b. Mengatur besarnya tarif atau patokan harga
c. Menerima pendapatan sebagai sumber PAD kehutanan
d. Tersedia kode rekening uang penerimaan hasil hutan seperti hasil hutan kayu (HHK), hasil hutan bukan kayu (HHBK), serta jasa lingkungan.
e. Tumbuhnya kepercayaan Gubernur terhadap kehadiran KPH baik dari sisi ekologi, ekonomi dan sosial.
Regulasi tentang Pengelolaan Hutan juga diatur dalam Peraturan Gubernur No. 44 Tahun 2019 tentang Program Strategis Dan Unggulan Daerah Dalam Pencapaian Indikator Kinerja Utama Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2019-2023

2. Penguatan Kelembagaan KPH
Kesatuan Pengelolaan Hutan atau yang biasanya disingkat KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. Penguatan kelembagaan KPH ditujukan untuk percepatan realisasi NTB Hijau melalui pengembangan organisasi KPH, penguatan sumber daya manusia KPH, dan dukungan anggaran operasional KPH. Pada tahun 2015, jumlah KPH yang ada di Nusa Tenggara Barat adalah 4 unit kesatuan pengelolaan hutan. Pada tahun 2017, jumlah KPH mengalami peningkatan sebanyak 12 unit KPH dan terus mengalami peningkatan hingga saat ini jumlah KPH sebanyak 16 unit KPH. Selain memperbanyak unit Kesatuan Pengelolaan Hutan, Pemerintah Provinsi NTB juga memperkuat sumberdaya manusia di KPH dibuktikan dengan adanya pelatihan dan pembekalan tenaga kontrak di tingkat tapak serta adanya penambahan personil guna menjaga dan melindungi hutan dari kegiatan illegal logging dan perambahan kawasan. Selain dengen penguatan kelembagaan dan penguatan sumberdaya manusia, Pemerintah Provinsi NTB juga memberikan dukungan anggaran operasional KPH secara maksimal.

3. Penguatan Kelompok Tani Perhutanan Sosial
Penguatan kelompok tani perhutanan social memiliki sasaran untuk menghijaukan lahan kritis, kegiatan yang dilakukan untuk mencapai sasaran itu adalah :
a. pembentukan kelompok (berbasis hamparan kws hutan)
b. pembentukan lembaga usaha (koperasi) untuk kelompok/kth
c. fasilitasi kerjasama kelompok
d. dengan bumdes (sebagai investor / oftaker)
e. fasilitasi penyusunan dokumen rencana pengelolaan (rku/rkt dll)
f. fasilitasi peningkatan kapasitas kelompok sesuai kebutuhan
g. fasilitasi temu usaha (disperindag, kadin, diskop umkm, lembaga usaha dll)
h. fasilitasi koordinasi dan sinergitas program dengan opd terkait (dinas: pemdes,
pariwisata, pertanian dll)
i. mengikuti musrenbang desa/kec/kab untuk mendorong dana usaha kelompok
(prioritas pada 486 desa sekitar hutan)
Penguatan kelompok perhutanan sosial diharapkan mampu menghijaukan lahan yang sudah mengalami alih fungsi lahan. Dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan diharapkan mampu mengurangi lahan kritis melalui skema penanaman agroforestry. Penguatan Kelompok perhutanan sosial dilakukan melalui mengesahkan Skema PS yang berkembang di Indosia, hal ini sejalan dengan tujuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yaitu mmeperbanyak skema perhutanan sosial di masyarakat. Perkembangan perhutanan sosial di NTB pada November 2021 berjumlah 400 KTH atau Gapoktan yang terbagi HKm berjumlah 77 KTH, HTR 12 KTH, Kemitraan Kehutanan yang sudah verifikasi 153 dan Kemitraan Kehutanan yang belum verifikasi 158 KTH.

4. Meningkatkan Areal Rehabilitasi Lahan
Target penghijauan yang ingin dicapai selama 2018 – 2023 adalah 152.858 ha. Peningkatan areal rehabilitasi dilakukan melalui berbagai macam program, diantaranya kerjasama 486 desa (melalui skema perhutanan sosial – upaya pengelolaan hutan dengan sistem agroforestry), rehabilitasi APBD NTB 15.000 ha dan DAK 10.000 ha, reboisasi APBN 10.000 ha, rehabilitais yang dilakukan oleh perusahaan pemegang izin seluas 10.000 ha, dan rehabilitasi dengan melibatkan masyarakat, pemuda, dan pelajar. Progress penghijauan sendiri pada 2019 menjangkau seluas 9.753,9 ha yang melebihi target, yaitu 7.972 ha. Namun pada tahun 2020 dan 2021, rehabilitasi yang dilakukan tidak memenuhi target, pada tahun 2020 hanya berhasil mencapai 20.425 ha dari 42.056 sedangkan pada tahun 2021 mencapai 39.229,2 ha dari 79.416 ha. Hal ini tentu saja menjadi PR bagi Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk menyelesaikan target rehabilitasi yang telah direncanakan.
Ha lahan dari 152 ribu hektar pada 2023 yang harus terus dievaluasi melalui perlindungan kawasan hutan dari penjarahan, kebakaran hutan dan alih fungsi hutan oleh masyarakat.

5. Pengembangan Tanaman Industri dan Tanaman Produktif
Pengembangan tanaman industry dan tanaman produktif ditujukan untuk mendukung kegiatan industrialisasi. Pengembangan tanaman industry dan tanaman produktif dilakukan melalui penanaman dengan pola agroforestry yang didukung juga dnegan kegiatan civil teknis.

6. Kerjasama Pemanfaatan Hutan
Salah satu kegiatan untuk mendukung NTB Hijau adalah dengan melakukan kerjasama pemnfaatan hutan yang juga dapat mempercepat proses rehabilitasi hutan dan lahan untuk mendukung NTB Hijau.

7. Perlindungan dan Pengamanan Hutan
Selain melakukan kegiatan teknis untuk mendukung NTB Hijau, kegiatan yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan hutan dan lahan serta mencegah terjadinya pembukaan lahan secara terus menerus adalah dengan melakukan kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan. Kegiatan ini dilaksanaa dengan berbagai kegiatan, diantaranya melakukan patroli rutin serta melakukan penjagaan peredaran hasil hutan di pos jaga atau pondok jaga.