SEJUMLAH mesin penyulingan air, bantuan dari Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) mangkrak, dan menjadi barang rongsokan. Mesin-mesin dulunya diperuntukkan kepada masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil (gili). Harapannya agar lebih mudah mendapatkan air bersih untuk konsumsi.
Keberadaan mesin-mesin penyuling air ini yang diketahui Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB, Muslim, ST, M. Si jumlahnya sekitar empat unit. Dua diantaranya di Gili Gede, Lombok Barat. Satu di Pulau Maringkik, Kabupaten Lombok Timur. Dan satunya di Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat. Mesin-mesin penyulingan ini, seperti diketahuinya, diturunkan olek KKP sekitar tahun 2013-2014 lalu. Berkoordinasi langsung dengan kabupaten.
“Bantuan itu dari pusat langsung turun ke kabupaten masing-masing. Kita hanya mengetahuinya,” jelas kepala dinas ini kepada Suara NTB, Rabu, 11 Agustus 2021. Keberadaan mesin – mesin ini juga sudah diketahui mangkrak. Pemprov NTB bahkan sudah berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan Perikanan. Tim dari KKP sendiri juga sudah turun lapangan untuk memastikan keadaannya. “Tapi apa hasil audit internal KKP, kita tidak tahu,” ujarnya.
Pemerintah daerah pernah berencana melakukan perbaikan terhadap mesin-meisn tersebut. Namun tidak mudah. Juga tidak sedikit biayanya. Muslim mengatakan, sekadar untuk service ringan, harus mendatangkan teknisinya dari Surabaya. Mesin-mesin penyulingan ini dulunya diturunkan oleh KKP secara gelondongan. Dan dikelola oleh kelompok masyarakat. Pengelolanya hanya diberikan pengetahuan dasar mengoperasikannya. Tanpa pemberian bimbingan teknis untuk melakukan perawatan saat terjadi gangguan.
“Karena biaya servicenya tidak kecil. Dan harus mendatangkan orang dari luar. Akhirnya dibiarkan begitu saja oleh masyarakat. Kalau diperbaiki, malah lebih besar biayanya dibandingkan dengan membeli baru,” imbuhnya. Kondisi mesin-mesin penyulingan air itu saat ini memang sudah memprihatinkan. Bahkan komponen-komponennya banyak dicopot. Misalnya aki, karena menggunakan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Menurut Muslim, jika hajatannya untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat di pulau-pulau kecil, sarannya lebih baik diusulkan menggunakan teknologi yang terjangkau. Misalnya, menggunakan jalur distribusi air bersih dengan pipa bawah laut ke pulau-pulau kecil. Seperti halnya yang dilakukan oleh PLN, mengalirkan listrik dari daratan induk ke pulau-pulau kecil dengan teknologi kabel bawah laut.
“PLN bisa melakukannya. Saya rasa PDAM juga bisa melakukannya. Bisa dikelola dengan konsep SPAM regional. Itu kita didorong ke depan untuk mengurangi risiko terulang kembali persoalan lapangan (mangkrak),’’ demikian Muslim. (bul)