Bakal Calon Kades Langgar Prokes Terancam Sanksi

0

Giri Menang (Suara NTB) – Untuk memastikan protokol kesehatan (Prokes) diterapkan pada pelaksanaan tahapan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak di Lombok Barat (Lobar), dari awal tahapan semua peserta pilkades diwajibkan menerapkan Prokes. Bagi peserta yang tak mematuhi prokes terancam sanksi,  teguran, pembubaran hingga pidana bahkan bisa berujung didiskualifikasi.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Lobar, Hery Ramadhan mengatakan, memang secara impilisit regulasi soal pilkades tidak ada mengatur bagi kandidat yang melanggar prokes didiskualifikasi.

“Regulasi pelaksanaan pilkades tidak sejauh itu mengatur, karena kalau ada peserta yang melanggar akan diberikan sanksi, teguran dan penghentian atau pembubaran. Tapi bisa jadi kalau tidak bisa diperingati (tetap saja melanggar), bisa kena saksi hukuman pidana. Kalau begitu bisa saja arahnya ke diskualifikasi,” tegasnya Selasa, 1 Juni 2021. Karena kata dia, meskipun di Perbup Pilkades tidak ada, maka ada mekanisme hukum lain yang mengatur soal sanksi tersebut. Yakni Perda dan UU lainnya (UU Kekarantinaan).

Terpisah, Camat Kuripan, Iskandar, S.Sos., mengatakan  dalam mengawal pelaksanaan pilkades serentak di tingkat kecamatan sudah dibentuk tim sembilan terdiri dari camat selaku ketua, sekretaris (Sekcam) dan anggotanya terdiri dari Kapolsek, Danposramil, Kasi Trantib, Kasi pemerintahan, dan Kepala BLUD Puskesmas serta dari unsur staf. Pihaknya sudah mengundang semua panitia pilkades, termasuk Kapolsek, Danposramil, pihak puskesmas unsur BPD, kades dari empat desa yang melaksanakan pilkades di kecamatan Kuripan.”Kami sudah menjelaskan bahwa acuannya adalah Perbup nomor 23 tahun 2021. Dan kami mewajibkan bagi peserta atau Balon menerapkan prokes. Dan panita, BPD dan Kades siap mengawal serta menyiapkan sarana prasarana prokes itu,” tegas Iskandar. Tahapan pendaftaran calon sudah berakhir, tinggal penetapan. Sejauh ini dari empat desa yang akan mengadakan pilkades, di antaranya Jagaraga ada lima orang Balon. Kuripan Selatan 5 orang Balon. Kuripan Utara 4 orang Balon dan Giri sasak 2 orang Balon.

Pelaksanaan dari awal tahapan pendaftaran sampai penutupan di Kuripan berjalan aman dan kondusif dengan menerapkan prokes. Karena selama pendafatan dibatasi massa yang dibawa hanya 25 orang. Para kandidat calon pun mematuhi itu. Karena pihaknya juga menekankan bagi yang  tak mematuhi Prokes maka bisa dibubarkan bahkan didiskualifikasi. “Kami tekankan bagi yang melanggar prokes akan ada sanksi, dan alhamdululillah para kandidat calon mematuhi,” ujarnya.

Menurutnya dalam Tatib boleh ditekankan kandidat itu maksimal membawa massa 25 orang,kalau melanggar akan dikenakan sanksi diskualifikasi. Meskipun dalam perbup tidak dicatumkan, namun ditekankan la gi melalui Tatib untuk mengantisipasi kerumununan demi keselamatan masyarakat dari penularan covid-19. Sebab ia tak ingin muncul klaster baru pilkades serentak.   Untuk tahapan selanjutnya, akan diadakan penetapan dan kampanye. Pihaknya akan mengundang lagi tim 9 dan panitia untuk membahas penanganan masa kampanye.

Mencegah kerumunan saat kampanye, pihaknya akan mengatur massa kampanye mamksimal 50 orang. Pihaknya juga akan mengatur jadwal kampanye supaya tidak terjadi potensi kerumunan dan gesekan. “Kalau kami temukan lebih dari itu, kami akan  minta panitia memberikan teguran, dan pembubaran,” ujarnya. Pihaknya bersama aparat sudah memetakan titik rawan konflik, bahkan ia bersama tiga pilar (TNI Polri) hampir setiap hari turun memonitor wilayah.

Sementara itu, Balon Kades Kades Jagaraga, Fathurrahman menegaskan dirinya berkomitmen mematuhi Prokes. Karena selaku balon dari awal tahapan pilkades pihaknya sudah menyiapkan APD, seperti masker, handsanitizer. Bahkan sebagai bentuk dukungan terhadap Prokes, ia akan turun door to door membawakan warga makser.”Malah saya secara pribadi ndak setuju kalau kampanye, kalau saya lebih baik turun door to door menghindari kerumunan,”jelasnya.

Soal sanksi diskualifikasi bagi kandidat pelanggar Prokes? Menurut dia aturan yang mengatur ambigu. Karena dalam perbup ada masa kampanye, sedangkan  kampanye itu harus mengumpulkan massa. Disatu sisi ada aturan soal pembatasan. Kenapa tidak, kata dia dari awal masa kampanye diatur lewat cara lain. Misalnya door to door. “Sanksi diskualifikasi itu ambigu aturannya, sulit diterapkan karena pemda juga ada mengadakan kegiatan apa segala macam, itu kan ndak ada batasannya juga,” imbuhnya. (her)