Mataram (Suara NTB) – Belajar dari bencana bandang yang terjadi di Bima, Dompu awal Februari 2021 ini. Salah satu penyebab, diduga adalah massifnya penggundulan hutan. Mengalihkan fungsinya, menjadi lahan jagung. Bima dan Dompu, termasuk daerah yang rawan terjadinya banjir bandang. Banjir bandang juga sudah beberapa kali terjadi. Kerugian materil tidak sedikit. Setiap kali bencana ini terjadi.
Karena itu, tidak ada pilihan, menggalakkan gerakan penghijauan (penanaman pohon). Oleh seluruh stakeholders. Salah seorang tokoh di Kecamatan Pekat, Kabupaten Dompu, L. Wahidin menyampaikan prihatinnya atas gudulnya hutan Tambora. Pembabatan hutan sudah berlangsung bertahun-tahun. Ia termasuk yang sangat getol menyuarakan untuk menjaga hutan.
L. Wahidin mengatakan penanaman jagung tidak mesti harus menggundulkan hutan. Ia lantang menyuarakan, agar pohon – pohon jambu mente tidak dikorbankan untuk menanam jagung. Sarannya adalah tanaman tumpang sari. “Kami pernah bersuara juga agar didatangkan perusahaan triplek untuk menanam kayu. Agar hutannya selamat. Tapi malah tambah parah,” ujarnya.
Berdiskusi dengan mantan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTB, Andi Pramaria, tidak dipungkiri, massifnya alih fungsi lahan hutan menjadi lahan jagung sebagai penyebab banjir bandang. Ketika menjabat, ia pernah menawarkan untuk menjaga hutan agar tidak diserobot menjadi lahan jagung. Kepada Suara NTB, Selasa, 6 April 2021, Andi mengatakan, tidak ada cara lain mengurai potensi bencana banjir bandang di Bima dan Dompu, selain menghijaukan kembali hutan-hutannya.
“Tinggal kemauan kita,” ujarnya. Untuk mengembalikan hutan inipun, bukan perkara mudah dan cepat. Butuh waktu lebih dari seratus tahun. Menurut Andy, pertumbuhan diameter batang pohon, dalam setahun hanya berkembang sampai 1 cm. Berat, tetapi harus dilakukan. Jika tidak, potensi bencana banjir bandang ini akan terus mengancam. “Apalagi untuk daerah seperti Bima dan Dompu. Karena di sana cukup panas. Lebih dari seratus tahun untuk menutupnya,” ujarnya.
Jenis pohon yang direkomendasikannya adalah pohon jati, gmelina, sengon. Jenis-jenis pohon-pohon yang pertumbuhannya cepat. Sepuluh tahun sudah bisa dilihat hijaunya. Selanjutnya harus dirawat, atau diawasi. Untuk penanamannya, juga harus memperhatikan tingkat kemiringan lahan. Lahan-lahan yang miring, ditanam dengan membuatkan semacam pematang. Sehingga ketika terjadi aliran air deras dari atas, pohon yang dinanam tidak ikut terbawa aliran air material. Tetapi ditopang oleh medianya.
Hal yang sama juga dikemukakan Dr. Hairil Anwar S.Hut. MP dari Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Untuk mengembalikan hutan, ada proses yang disebut suksesi. Yaitu mulai dari tanaman bawah (rumput-rumputan), semak-semak, kemudian pohon, hingga menjadi hutan klimaks (hutan stabil). Proses ini membutuhkan waktu seratus tahun. Consoh sukses yang sukses dilakukan adalah hutan di Gunung Krakatau.
Cepat atau lambatnya proses pemulihan hutan ini, lanjut Dr. Hairil, didukung oleh beberapa faktor. Misalnya iklim (terkait intensitas hujan), lalu terkait juga dengan tingkat kesburan tanah. Hutan di Bima Dompu rata rata masuk kawasan hutan lindung. Dan termasuk menjadi bagian taman nasional. Terjadinya bencana banjir bandang, erat kaitannya karena hilangnya pori-pori tanah yang seharusnya menjadi resapan hujan. Pembentukan pori-pori tanah erat kaitannya juga dengan kondisi hutannya. (bul)