Warga Huu Dihantui Ancaman Banjir, Berharap Segera Relokasi

0

Dompu (Suara NTB) – Banjir bandang masih menjadi ancaman bagi warga Daha dan sekitarnya di kecamatan Huu. Apalagi kawasan hutan di daerah hulu sudah gundul dengan curah hujan yang tinggi membuat warga sekitar dilanda trauma. Warga pun berharap segera direlokasi di tempat yang lebih aman dan sungai segera dinormalkan kembali.

Sumarni (50) warga Daha Barat Desa Daha bersama beberapa warga lain kini masih harus mengungsi di masjid Daha. Masjid menjadi tempat tinggal sementara karena rumahnya yang berada di pinggir sungai Rewa yang melintas di tengah kampung Desa Daha hanyut dibawa arus banjir ketiga, Selasa, 9 Maret 2021. “Hanya kasur (spring bed) ini yang bisa diselamatkan, karena dia tertahan dalam kamar saat banjir. Sisanya hanyut dibawa arus banjir ketiga,” cerita Sumarni.

Sumarni yang kini hanya tinggal dengan seorang anak perempuan dan 3 orang cucu setelah ditinggal Santos suaminya yang menjadi TKI di Malaysia mengaku cukup trauma dengan banjir. Terlebih dua kali banjir yang cukup besar pada 28 Februari dan 9 Maret, jaraknya berdekatan dan menghancurkan banyak rumah serta harta benda.

Kendati rasa trauma karena banjir masih menyelimuti, Sumarni berharap dapat segera direlokasi di tempat yang lebih aman. Apalagi pemerintah sudah ada kesanggupan untuk menyiapkan tempat dan rumah baru bagi warga terdampak banjir Daha. “Biar kami bisa kembali menata kehidupan, tidak terus menerus hidup di masjid dan di tenda seperti ini,” harap Sumarni.

Kepala BPBD Kabupaten Dompu, Jufri, ST, MSI yang dihubungi, Senin, 15 Maret 2021 mengungkapkan, saat ini pihaknya telah menetapkan masa transisi darurat selama 3 bulan untuk penanganan pasca tanggap darurat bencana banjir bandang Huu. Selama itu, upaya normalisasi sungai, pemasangan bronjong di tempat rawat, dan rencana penanganan bendung kecil di Daha yang jebol akibat banjir. “Ada satu bendung lagi yang harus dibuat tanggap darurat karena ada beberapa hektare persawahan yang tidak bisa teraliri kalau tidak diperbaiki terhadap bendung kecill itu,” katanya.

Untuk relokasi warga terdampak banjir, Jufri mengaku, pemerintah daerah (Pemda) setelah menyiapkan lahan swapraja seluas 1,6 hektare di Daha sebagai tempat relokasi. Untuk pembangunan perumahan, Dinas PUPR telah mengajukan surat ke Kementrian PUPR. “Untuk urusan dengan masyarakat, kepala Desa dan Camat harus clear and clean persoal – persoalan kesanggupan (warga) mereka, nanti (itu dibuktikan) ada surat pernyataan dari mereka,” terangnya.

Kepala Desa Daha, Fadlin yang dihubungi terpisah mengungkapkan, kesanggupan warga untuk digunakan lahannya bagi kepentingan pelebaran sungai dan kesanggupan warga direlokasi ke tempat yang lebih aman. “Sudah ACC (setuju) semua, bahkan warga yang mau direlokasi sudah siap – siap pindah,” kata Fadlin. Warga juga siap menempati rumah yang akan disiapkan pemerintah di lahan relokasi.

Namun warga masih berharap ada kebijakan pemerintah terhadap mereka yang memiliki usaha di tempat awalnya sebelum direlokasi. Karena di bantaran sungai yang sebagian besar telah hanyut dibawa arus banjir, juga terdapat tempat usaha perbengkelan, toko dan lainnya. “Untuk tempat itu dijadikan taman atau pasar, warga mengharapkan pertimbangan pemerintah,” ungkap Fadlin.

Banjir bandang Huu ini tidak hanya terdampak bagi warga Daha, tapi juga warga Desa Marada, Desa Rasabou, dan Desa Jala. Daha yang paling banyak korbannya. Karena sungai Rewa yang melintas di tengah perkampungan, selama ini tidak pernah mengalir air dan hanya air kecil ketika musim hujan, kini meluapkan air besar akibat hutan di hulunya gundul. Akibatnya,  sebanyak 46 rumah warga hanyut dan 57 rumah rusak berat. Di Desa Marada terdapat 10 rumah warga yang mengalami rusak berat akibat banjir Huu.

Selain perumahan warga, terdapat 10 jalan ekonomi di Desa Daha terputus dan 1 jalan ekonomi di Rasabou juga putus, serta puluhan hektare yang terancam gagal panen karena tanaman padinya dipenuhi pasir dan serta bebatuan. Banjir Huu ini menjadi banjir terbesar sepanjang 50an tahun terakhir di Huu. “Sejak saya menikah 48 tahun, banjir tahun 2021 ini menjadi banjir terbesar,” kata H Ali Jafar warga Daha. (ula)