Potensi Putus Sekolah Masih Menghantui Belajar dari Rumah

0
Retno Listyarti (Suara NTB/ist)

Mataram (Suara NTB) – Ditundanya pembelajaran tatap muka dan memperpanjang Belajar dari Rumah (BDR) berpotensi meningkatkan putus sekolah dan pernikahan anak. Pihak terkait didorong melakukan upaya tertentu menekan putus sekolah.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, kepada Suara NTB, Kamis, 18 Februari 2021 menyampaikan, salah satu dampak dari diperpanjannya BDR atau pembelajaran jarak jauh yaitu potensi meningkatnya angka putus sekolah karena siswa menikah atau bekerja.

Menurutnya, pandemi Covid-19 dan kebijakan pemberlakuan belajar dari rumah menjadi salah satu pemicu peserta didik berhenti sekolah karena pernikahan dini atau siswa memilih bekerja membantu ekonomi keluarga. “Ketika anak menikah atau bekerja, maka secara otomatis berhenti sekolah,” ujarnya.

Menurut Retno, saat KPAI melakukan pengawasan penyiapan buka sekolah di masa pandemi pada delapan provinsi, yaitu seluruh provinsi di Pulau Jawa ditambah NTB dan Bengkulu, ternyata beberapa kepala sekolah menyampaikan bahwa ada peserta didiknya yang putus sekolah, karena beberapa sebab. Misalnya tidak memiliki alat daring, kalaupun punya tidak mampu membeli kuota internet.

“Sehingga anak-anak tersebut selama berbulan-bulan tidak mengikuti PJJ, dan akhirnya ada yang memutuskan bekerja dan menikah. Dari temuan KPAI, ada 119 peserta didik yang menikah, laki-laki maupun perempuan, yang usianya berkisar 15-18 tahun,” ujar Retno.

Pihak sekolah mengetahui siswanya menikah atau bekerja dari kunjungan ke rumah orangtua peserta didik, berawal dari tidak munculnya anak-anak tersebut saat PJJ berlangsung dan tidak pernah lagi mengumpulkan tugas. Saat didatangi wali kelas dan guru Bimbingan Konseling, sekolah baru mengetahui bahwa siswa yang bersangkutan mau menikah, atau sudah menikah, atau sudah bekerja.

“Ada kisah inspiratif di Kabupaten Bima dan  Lombok Barat (NTB) di mana pihak sekolah berhasil membujuk siswa dan orangtua untuk melanjutkan pendidikan yang tinggal beberapa bulan lagi ujian kelulusan. Usaha para guru tersebut patut diapresiasi,” kata Retno.

Selain itu, aktivitas belajar di rumah tanpa pengawasan orang tua akan berpotensi mengakibatkan remaja memiliki keleluasaan dalam bergaul di lingkungan sekitar. Ini terjadi bila pengawasan orangtua terhadap anaknya sangat lemah.

Retno menyampaikan, KPAI mendorong Kemdikbud dan Dinas Pendidikan melakukan pemetaan dan membuat program pembagian alat daring untuk PJJ, sehingga anak-anak yang tidak memiliki alat daring bisa dipinjamkan melalui sekolah dan diberikan bantuan kuota internet.

KPAI mendorong Dinas Pendidikan di daerah memetakan bersama sekolah terkait anak-anak yang berpotensi putus sekolah, karena tidak memiliki biaya pendidikan, mereka harus dibantu, baik yang di sekolah negeri maupun sekolah swasta. “KPAI mendorong  Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Dinas PPPA di berbagai daerah untuk mengkampayekan bahayanya perkawinan anak dan mencegah terjadinya perkawinan anak karena putus sekolah di masa pandemi Covid-19,” ujarnya. (ron)