71 Tahun Warga Pulau Bajo Tidak Menikmati Listrik

0

Dompu (Suara NTB) – Lebih dari 100 kepala keluarga (KK) bermukim di Pulau Bajo, Desa Kewangko, Kecamatan Manggelewa hingga saat ini tak bisa menikmati listrik. Kondisi tersebut dirasakan mayoritas masyarakat nelayan ini hampir 71 tahun. Selama ini penerang untuk aktivitas malam masyarakat terpaksa menggunakan diesel. Itupun hanya untuk kalangan tertentu yang memiliki kemampuan ekonomi.

Sementara warga lain yang hanya menggantungkan hidupnya pada hasil tangkapan ikan yang tak menentu, terpaksa harus menggunakan lampu petak. “Mulai dari jaman Jepang hidup kita tidak pakai listrik. Ya sekitar 71 tahun,” ungkap Kepala Dusun Nisa Baru, Fauzi kepada Suara NTB saat ditemui di kediamanya, Sabtu, 12 November 2016.

Katanya, upaya meminta bantuan pemerintah daerah untuk pengadaan listrik sudah dilakukan pihaknya hampir tiap tahun. Namun langkah tersebut belum juga membuahkan hasil apa-apa. Dirinnya dan masyarakat sekitar masih tetap mengandalkan tenaga diesel umum dengan keterbatasan jangkauan dan beban yang besar yang harus dibayar warga. Selain sulit tenaga pencahayaan untuk malam hari, warga juga kesulitan bahan baku pengawetan ikan seperti es batu yang tiap harinya dibeli ke Desa Kewangko.

Fauzi menyebutkan, penggunaan diesel tidak bias mencapai  24 jam. Pemakaianya mulai Pukul 18.00 wita hingga pukul 22.00 wita. “Kalau disini, bisa dihitung siapa yang punya diesel sendiri, paling enam atau tujuh orang. Kalau yang tidak punya, ya pergi nonton (TV) dia ke rumah-rumah orang yang punya diesel,” ujarnya.

Diakui pihaknya, tiga bulan lalu pihak terkait pernah melakukan penanaman tiang listrik di tiga dusun di sana. Hanya saja keberadaan tiang tidak dibarengi kabel pengantar arusnya. Untuk itu ia meminta pemerintah daerah dan intansi terkait, segera memperjelas keberadaan tiang listrik tersebut. Jangan sampai proyek yang hanya ingin mengambil keuntungan atas persoalan yang dihadapi warga puluhan tahun ini. “Lampu ini aja disegerakan masuk, karena masyarakat ini betul-betul butuh,” jelanya.

Selain menggantungkan hidup pada sektor perikanan, masyarakat juga melakukan budidaya rumput laut. Beberapa orang di antaranya memilih menjadi pengusaha jagung, terlebih sumber daya perikanan di pulau Bajo sudah sangat berkuang.

Fauzi menambahkan, kekhawatiran lain yang juga dirasakan masyarakat yakni penanaman tiang listrik yang tidak sesuai dengan kedalaman yang telah ditentukan. “Di luar daripada targetnya ditanam itu, itu kan ada tanda hitam masih 50 centi di atas permukaan tanah. Masyarakat khawatir, tiang jatuh kemudian mengenai rumah warga. Kalau di gunung, ya tidak apa-apa seperti itu,” pungkasnya. (jun)