JPO Dinilai Hanya Simbol Perkotaan dan Medium Reklame

0

Mataram (suarantb.com) – Pembangunan jembatan penyeberangan orang (JPO) di Kota Mataram hanya sebagai simbol perkotaan. Hampir di semua kota-kota besar selalu didapati adanya JPO. Di Kota Mataram sendiri, pembangunan JPO ini ditujukan untuk menciptakan ikon Kota Mataram sebagai daerah perkotaan. Selain itu, JPO lebih difungsikan sebagai papan iklan.

Wakil Walikota Mataram, H. Mohan Roliskana mengatakan pembangunan JPO yang berada di dua titik, yaitu di Jalan Pejanggik dan persimpangan Sweta, didasari penilaian dua titik itu merupakan titik produktif. Sehingga berpotensi besar sebagai medium pemasangan reklame yang menjadi salah satu sumber PAD.

“Itu dulu, kita melihat adanya income bagi pemerintah,” ungkap Mohan, Selasa, 4 Oktober 2016.

Mohan mengaku pertimbangan pembangunan JPO berdasarkan potensi ekonomi, melihat dua titik tersebut merupakan titik paling ramai dibanding tempat lainnya. Terutama di wilayah Sweta yang merupakan kawasan bisnis yang cukup potensial.

Selain itu, dua JPO tersebut dibangun dengan dana pihak ketiga, tanpa adanya anggaran dari APBD Kota Mataram. Oleh sebab itu, pembangunan JPO lebih mengutamakan potensi bisnis dan pendapatan bagi Kota Mataram sendiri dari pajak reklame.

Pemerintah tidak terlalu mempertimbangkan aspek fungsional JPO tersebut. Sebab, menurut Mohan, pada saat itu masyarakat belum memandang JPO sebagai suatu kebutuhan, sehingga JPO tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik.

Saat ini, JPO dipandang sebagai sebuah kebutuhan, mengingat kepadatan arus kendaraan yang kian meningkat, serta peningkatan populasi penduduk yang tentu saja membutuhkan titik-titik penyeberangan yang aman dan tidak mengganggu lalu lintas.

Menurutnya, rencana pembangunan JPO baru merupakan rencana bagus, jika memang JPO tersebut dapat mendukung ketertiban lalu lintas di Kota Mataram. Akan tetapi, Mohan mengatakan rencana perlu dikaji lebih dalam, sehingga investasi yang dikeluarkan untuk itu tidak mubazir. Tidak seperti pembangunan dua JPO sebelumnya yang lebih mempertimbangkan aspek bisnis, rencana selanjutnya harus mementingkan nilai fungsionalnya.

“Harus dikaji betul. Kalau dibangun itu fungsional atau tidak, mendesak atau tidak,” ujarnya. (rdi)