Relawan Bangkitkan Semangat Hidup Pengungsi

0

Tanjung (Suara NTB) – Sudah sembilan hari pengungsi ada di tenda-tenda darurat. Sebagian sudah ingin pulang, rindu rumah dan ingin bekerja seperti biasa.  Harapan mereka berpacu dengan kerja para yang terus berusaha memulihkan psikologi para korban agar semangat hidupnya kembali.

Selasa pagi itu, Mahdan belum melepas selimutnya. Suasana dingin masih menyelimuti sekitar tenda darurat yang didirikan BNPB, tempat ia mengisi hari harinya yang mulai membuat jenuh. Jika diberi pilihan, ia  ingin pulang dan bekerja seperti biasa sebagai nelayan.

‘’Kalau ada yang mau beri terpal, saya mau pulang, bikin tenda di dekat rumah,” kata Mahdan, warga Dusun Penyambuan Desa Jenggala Kecamatan Tanjung, Lombok Utara.

Utang mendesaknya untuk segera pulang. Ingin bekerja dan mendapatkan penghasilan. Beban ini mengganjal ingatannya, karena utang Rp 25  juta melalui pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) belum sempat dinikmati hasilnya. Dengan uang itu, ia membeli sebuah perahu. ‘’Pas mau saya pakai, eh gempa. Sekarang perahu nganggur,’’ kata Mahdan.

Bebannya kini dihantui denda berlipat lipat jika tidak kunjung mencicil pinjaman itu. ‘’Kalau   memang mau dipermasalahkan saya pasrah kalau perahu disita,’’ ujarnya pasrah.

Suharman  (40) baru saja selesai membangun rumah barunya di Penyambuan. Uang yang dipakai hasil pinjaman bank, dengan konsekwensi harus mencicil tiap bulannya Rp 880 ribu. Baru sepekan rumah ditempati, gempa mengguncang, rumahnya roboh.

Belum hilang trauma gempa, ketakutannya bertambah. Khawatir pihak bank menyita sertifikat tanah pekarangan yang jadi agunan jika tidak kunjung melanjutkan cicilan. ‘’Mudah-mudahan ada kelonggaran dari bank. Soalnya bagaimana mau kerja kalau masih di tenda begini,’’ keluhnya.

Suharman sehari hari berprofesi sebagai tukang bangunan. Ia juga ingin segera pulang, membuat tenda darurat untuk ditempati bersama keluarganya di dekat puing puing rumahnya.    “Saya ingin cepat kerja lagi, supaya bisa bayar hutang bank,” harapnya.

Dukungan Moral Relawan

Ratusan relawan terus berdatangan ke Lombok Utara, daerah paling parah terdampak gempa. Mereka adalah kelompok dan perorangan yang ikhlas datang untuk membantu pemulihan psikologi para korban. Segala macam metoda disampaikan demi mengembalikan kepercayaan diri para korban, menghapus rasa trauma dan upaya mencegah stres.

Barata Nusantara, relawan  yang terdiri dari sekumpulan remaja ini berusaha mengajak anak-anak korban gempa bermain. Anak anak diperkenalkan cara adaptasi dengan bencana, tindakan yang diambil jika terjadi gempa atau bencana lain.

‘’Melalui permainan dan lagu kami berusaha hilangkan traumanya,’’ kata Putu Rahayu, anggota relawan  Barata Nusantara.

Di tenda darurat yang disulap jadi tempat belajar dan bermain itu ia menghadapi anak yang dalam kondisi trauma. ‘’Mereka masih takut dengan suara keras,’’sebutnya. Agar truma tidak berlarut, mereka mengajarkan dengan lagu, bagaimana cara berlindung dan menghindar dari dampak gempa.

Menurut data Posko Satgas Penanggulangan Bencana Daerah, jumlah relawan medis dan relawan perorangan yang terdftar mencapai 104 orang.  Sedangkan yang terdata secara kelembagaan mencapai 100 lembaga.

Salah satunya Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), menggerakkan semua potensi untuk membantu para korban, khususnya pengungsi yang akan tinggal cukup lama di tenda darurat.

Ketua MDMC Muslimin mengaku timnya tidak saja dari kalangan internal, tapi juga berbagai daerah.

“Kami menurunkan tim medis, koordinasi dengan jaringan Muhammadiyah, memberikan pertolongan pertama, emergency. Yang kami datangkan paling banyak tim medis,” jelasnya.

Tim medis berdatangan, dari Lamongan dan RSPKU Muhammadiyah Bima. Bahkan tim medis sampai kehabisan obat. Tim relawan bahkan sampai kewalahan, sehingga harus berkoordinasi dengan Muhammadiyah pusat.

Kerja mereka berusaha terukur, ada tim assessment untuk cari tahu keberadaan korban yang perlu segera mendapatkan penanganan medis dan logistik.  Upaya pemulihan psikologi korban terus dimaksimalkan meski mereka harus berpacu dengan gempa yang terus mengguncang.

“Tim trauma healing sudah datang, sudah 100 personel yang bekerja sejak gempa  pertama terdampak di Sembalun, Sambelia dan Bayan. Sampai sekarang  mereka bekerja terus,” kata Muslimin.

Rasanya tak bisa diungkapkan ketika melihat respon para pengungsi ketika relawan datang dalam situasi darurat.  Sadar bahwa pendampingan harus terus menerus dilakukan, karena para pengungsi tidak hanya beberapa hari di tenda darurat, tapi diperkirakan berbulan bulan.

 “Pascakejadian mental mereka down, semangat hidup turun. Trauma semakin menjadi akibat gempa susulan terus menerus. Kita saja yang hidup normal di rumah yang masih utuh merasakan trauma itu,  apalagi mereka. Maka penting relawan hadir disamping mereka,” kata Muslimin.

Kepala BPBD NTB Ir. H. Mohammad Rum  sangat menyadari besarnya faedah  kehadiran tim relawan dari berbagai penjuru daerah. “Kehadiran relawan tentu sangat bermanfaat, apalagi tenaga kami terbatas. Sehingga sangat membantu tugas pokok kami,” puji Rum.

Kehadiran relawan tetap di bawah koordinasi pihaknya di posko induk. Teregister secara online maupun offline. Sehingga ketika bekerja di lapangan, bisa terkoordinir. “Yang tenaga medis, kami koordinasikan dengan Dinas Kesehatan, sehingga pengungsi sasaran bisa terjangkau. Yang droping logistik juga kita arahkan agar bisa sampai ke pengungsi,” jelasnya.  (ars)