Oknum Kades Lape Diduga Kuat Lakukan Tipilu

0

Sumbawa Besar (Suara NTB) – Oknum Kepala Desa Lape, telah dipanggil Sentra Gakkumdu di kantor Panwaslu Sumbawa. Untuk diminta klarifikasi atas dugaan kerlibatannya pada saat kampanye salah satu pasangan calon. Hasil pemeriksaan, kuat dugaan oknum bersangkutan melakukan Tindak Pidana Pemilu (Tipilu), dan proses penyelidikan lebih lanjut diserahkan ke kepolisian.

Sebagaimana disampaikan Ketua Panwaslu Sumbawa, Syamsihidayat S.IP, Selasa, 24 April 2018. Hal ini berawal dari temuan Panwascam di lapangan saat kampanye pasangan calon nomor urut 4 di kecamatan Lape pada Sabtu 14 April lalu. “Atas dasar tersebut pihaknya melakukan kajan apa yang dilaporkan Panwascam. Kita melihhat adanya indikasi yang mengarah kepada Tipilu,” jelasnya.

Panwaslu kemudian berkoordinasi dengan Sentra Gakkumdu yang didalamnya terdapat unsur Kepolisian dan Kejaksaan. Dengan kemudian memanggil 8 orang saksi, dari unsur Panwascam, PPL dan masyarakat. Serta terduga oknum Kades dimaksud. Untuk dimintai klarifikasinya. “Terakhir kita undang Kades Lape,” terang Syamsi.

Hasilnya, delapan saksi membenarkan kehadiran Kades Lape pada saat kampanye dimaksud. Termasuk memberikan sambutan dalam kapsitasnya sebagai Kades. Saat diklarifikasi, Kades Lape juga mengakui kehadirannya yang juga sekaligus memberikan sambutan pada kegiatan kampanye tersebut. “Rata rata semua saksi membenarkan. Kades Lape juga mengakuinya,” kata Syamsi.

Atas dasar itulah, kasus dugaan Tipilu ini kemudian diserahkan ke Polres Sumbawa untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Terkait sanksi pidana Tipilu, diatur dalam Pasal 188 UU No. 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua UU No. 1 tahun 2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati walikota menjadi UU yang berbunyi setiap pejabat negara, pejabat ASN dan Kepala Desa atau sebutan lain yang dengan sengaja melanggara ketentuan sebagaimana pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama enam bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000 atau paling banyak Rp6 Juta. (arn)