Gubernur akan Cek Proyek Penyulingan Air Mangkrak

0

Mataram (Suara NTB) – Sekitar sembilan unit mesin penyulingan air yang merupakan proyek pemerintah pusat dan hibah asing terindikasi mangkrak di NTB. Gubernur NTB, Dr. TGH. M. Zainul Majdi mengatakan akan mengecek proyek-proyek penyulingan air yang mangkrak di daerah ini. Ia menegaskan proyek penyulingan air bersih yang mangkrak tersebut  harus segera dibenahi.

Orang nomor satu di NTB ini menanyakan asal proyek-proyek penyulingan air yang mangkrak tersebut. Sebagian besar, proyek penyulingan air ini berasal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Nanti saya cek. Itu proyeknya siapa? Saya cek ya. Terima kasih informasinya,” kata gubernur ketika dikonfirmasi usai menghadiri Musrenbang NTB 2018 di Mataram, Senin siang, 16 April 2018.

Pada prinsipnya, kata gubernur, semua proyek yang turun ke daerah harus akuntabel. Salah satu ukuran akuntabilitasnya adalah dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dengan baik. Untuk itu, ia berjanji akan segera mengecek proyek-proyek yang mangkrak di daerah ini.

‘’Saya akan cek. Itu harus dibenahi segera,’’ ujarnya singkat.

Catatan Suara NTB, proyek bantuan mesin penyulingan bersih di NTB tersebar di sejumlah kabupaten, seperti Bima, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Sumbawa Barat, Lombok Timur dan Lombok Barat. Proyek pengolahan air laut menjadi air bersih (air minum) di sejumlah titik di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) mangkrak sejak beberapa tahun lalu.

Dua titik terbaru alat penyulingan air bermasalah di Desa Pusu Kecamatan Langgudu Kabupaten Bima dan di Desa Medang Bugis Kecamatan Badas Sumbawa.  Dua titik instalasi itu diduga bermasalah.

Keberadaan proyek di Desa Pusu samasekali tak berfungsi. Sejak dibangun tahun 2013 lalu, hanya sempat dimanfaatkan sampai 2014, setelah itu mangkrak karena ada kerusakan pada filter. Sementara di Desa Bajo Medang masih berfungsi, namun saat ini mulai “sakit sakitan”. Teknisi dari KKP sempat turun tahun 2017 lalu untuk melakukan perbaikan, namun tak kunjung membaik.

“Sekarang bisa dipakai, tapi ndak maksimal. Kalau normal, bisa sampai 2000 liter per hari,” kata Kepala Desa  Bajo Medang Jufrin kepada Suara NTB Jumat, 13 April 2018 akhir pekan lalu.

Komponen mesin penyulingan air laut menjadi air tawar di desanya terdiri dari dua tangki berkapasitas 3000 liter, gardu mesin, filter, mesin pompa dan baterai.  Kerusakan terjadi pada filter. Dia khawatir, kerusakan alat itu semakin merambat  hingga alat tak berfungsi.

“Kita masih tunggu teknisinya datang lagi,” ungkap Jufrin.

Padahal, apabila difungsikan, mesin penyulingan air yang merupakan bantuan pemerintah pusat itu bisa memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat terutama yang berada di pesisir pantai bagian selatan yang rawan akan bencana kekeringan. Bantuan beberapa mesin penyulingan air laut menjadi air minum itu terdapat di Pulau Maringkik pada tahun 2010, Desa Seriwe Tahun 2011, Desa Ekas tahun 2011, dan Desa Ketapang Raya serta beberapa tempat lainnya di Lotim.

Di Pulau Maringkik, mesin penyulingan air yang berada di pulau terpencil ini sejak dibangun tahun 2010 lalu hanya beroperasi selama 2 bulan. Setelah itu, mesin penyulingan air tersebut tak lagi difungsikan diakibatkan karena tingginya biaya operasional. Ironisnya lagi, saat ini pipa mesin tersebut diketahui bocor dan beberapa alatnya mengalami kerusakan akibat tak pernah dipakai ataupun dirawat.

Selain iru, bantuan penyulingan air bersih juga mengalir ke Desa Pusu, Kecamatan Langgudu, Kabupaten Bima. Instalasi penyulingan air  yang dibangun dengan anggaran Rp 1 miliar lebih, sejak tahun 2013 lalu mangkrak sampai sekarang. Alat penyulingan air laut menjadi air tawar itu dibangun di atas satu petak lahan sekitar kawasan pesisir Pusu. Dilengkapi sebuah sumur dan panel tenaga surya untuk sumber listrik.

Selanjutnya, proyek bantuan mesin penyulingan air bersih juga mangkrak di Desa Rarak Ronges, Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat. Mangkraknya mesin penyulingan air ini sudah terjadi sejak tiga bulan lalu, tetapi hingga kini belum ada tindak lanjut dari pemerintah untuk memperbaiki aset yang dianggap bermanfaat bagi masyarakat tersebut.

Kondisi saat ini sangat disayangkan masyarakat, lantaran  bantuan hibah Pemerintahan Jepang yang ditaksir bernilai Rp2,41 miliar tersebut, tidak lagi bermanfaat karena mengalami kerusakan. (nas/ars)