Jurus Bupati Dompu Dorong Percepatan Pengentasan Kemiskinan

0

Dompu (Suara NTB) – Ketersediaan bahan pangan menjadi menyumbang terbesar pembentukan garis kemiskinan yaitu mencapai 30 persen dan diikuti sektor perumahan yaitu 10 persen. Bantuan beras rakyat miskin (Raskin) salah satu upaya untuk menyediakan bahan pangan murah dan menekan kemiskinan. Namun belakangan ini, jatah beras raskin Dompu terus berkurang dan harus ada program nyata untuk mempercepat pengentasan kemiskinan.

Kepala Unit Advokasi Daerah Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) RI, Dr. M. Arif Tasyrif pada acara workshop analisis belanja publik untuk penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Dompu, Senin, 17 April 2017 mengungkapkan, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Dompu tahun 2015 sebanyak 35.940 jiwa. Bila ditambah dengan jumlah penduduk rentan, jumlahnya mencapai 114.044 jiwa.

“Itu artinya, hampir setengah warga Dompu miskin (data tahun 2015 jumlah penduduk Dompu mencapai 238.386 jiwa),” ungkapnya.

Standar garis kemiskinan di setiap daerah berbeda – beda dan Kabupaten Dompu yang paling rendah garis kemiskinannya yaitu dengan pengeluaran minimal Rp 243.000 per orang per bulan. Pengeluaran wajib bagi setiap orang dari sektor bahan pangan yaitu mencapai 30 persen dan sektor non pangan terbesar dari perumahan yaitu 10 persen.

Salah satu upaya jangka pendek bagi ketersediaan bahan pangan, pemerintah harus bisa memastikan ketepatan sasaran, ketepatan harga, ketepatan waktu penerimaannya, dan ketepatan kualitas. Untuk program beras raskin, belakangan ini Dompu mengalami penurunan.

Sehingga tidak semua rakyat miskin menerima bantuan. Belum lagi ada yang tidak tepat sasaran.

“Untuk menekan pengeluaran masyarakat, pemerintah harus merancang program untuk menutupi pengeluaran seperti raskinda (beras rakyat miskin daerah),” katanya.

Bupati Dompu, Drs. H. Bambang M. Yasin pada kesempatan yang sama, mengatakan, harga jagung yang lebih murah dibandingkan harga beras, perlu ada gerakan untuk mengganti beras dengan jagung. Selain karena kandungannya yang lebih baik, juga bagian dari upaya penganekaragaman bahan makan dengan bahan makanan lokal.

“Setelah saya pelajari, 1 gelas jus jagung setara dengan 2 piring nasi. Padahal kita ndak pernah bisa menghabiskan 2 piring nasi sekali makan,” katanya.

Penganekaragaman makanan ini menjadi tantangan pemerintah kedepan dalam mengubah perilaku masyarakat supaya hal yang seharusnya menjadi sumber kemiskinan, tidak hanya memperbesar anggaran untuk memperbanyak yang kurang dan mengadakan yang tidak ada, tapi juga merubah paradigma. “Mengganti beras dengan jagung. Dimulai dari hal yang kecil,” jelasnya.

Bupati juga mengungkapkan, salah satu penyebab banyak bantuan penanganan kemiskinan di daerah tidak tepat sasaran justru dari oknum aparatur di tingkat Desa. Pendekatan keluarga, politik dan kedekatan lainnya memberi andil cukup besar dalam penentuan penerima. “Inilah yang menjadikan tantangan kedepan,” terangnya.

Bupati pun berharap, peserta workshop untuk mengikuti kegiatan hingga tuntas, sehingga upaya penanggulangan kemiskinan kedepan lebih baik. Ini akan ditandai dengan pengalokasian anggaran tahun 2018 mendatang. (ula/*)