BI : Ekonomi NTB Tumbuh Optimis

0

Mataram (Suara NTB) – Kantor Perwakilan (KPW) Bank Indonesia Provinsi NTB tetap mengingatkan kepada pemerintah daerah dan stakeholders agar mewaspadai berbagai kemungkinan. Meski gambaran ekonomi NTB dalam beberapa bulan kedepan hasil surveinya masih optimis.

Beberapa hal yang diingatkan, di antaranya dampak banjir dan cuaca yang tidak menentu bisa mengakibatkan tingkat konsumsi konsumen meningkat dan berpotensi pada kenaikan harga barang.  Atau bisa saja akibat lain, harga-harga komoditas turun.

“Bisa memicu inflasi, atau bisa juga memicu deflasi. Apabila tidak terkendali, dampaknya akan ke macam-macam, salah satunya ke peningkatan garis kemiskinan,” kata Kepala KP BI Provinsi NTB, Prijono.

Didampingi deputi dan jajaran lain di kantornya, Senin, 10 April 2017, Prijono secara umum digambarkan hasil surveinya. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di NTB  sebesar 105,8 lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 110,1 dan Desember 2016 sebesar 117,3.

Demikian juga tingkat optimisme rumah tangga menurun dari akhir tahun 2016. Sedangkan terhadap aspek ketersediaan lapangan kerja, rumah tangga cenderung pesimis.  Begitu pula untuk enam bulan ke depan, tingkat optimisme rumah tangga masih menurun terhadap aspek peningkatan penghasilan, usaha, dan lapangan kerja.

Konsumen memperkirakan tekanan harga pada tiga bulan mendatang cenderung meningkat, terindikasi dari Indeks Ekspektasi Harga (IEH) tiga bulan mendatang sebesar 189, naik 16.5 poin dari Desember 2016.

Hal ini dipengaruhi oleh perkiraan meningkatnya permintaan saat Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri pada Juni 2017. Namun, tekanan kenaikan harga pada enam bulan mendatang diperkirakan menurun sebagaimana tercermin dari penurunan IEH enam bulan mendatang sebesar 3 poin menjadi 172,5 dibanding Desember 2016. Diperkirakan dalam enam bulan mendatang permintaan akan kembali normal paska kenaikan pada saat Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.

Selain itu, pengeluaran rumah tangga lebih banyak untuk konsumsi dengan porsi sebesar 64,4 persen pada triwulan I 2017, diikuti dengan cicilan pinjaman sebesar 19 persen dan tabungan sebesar 16,6 persen.

Jika dilihat berdasarkan pendapatannya, tingkat pengeluaran konsumsi yang tertinggi dilakukan oleh kelompok rumah tangga berpendapatan Rp 7,1 – 8 juta dan Rp 1 – 2 juta. Sedangkan kelompok rumah tangga dengan pendapatan tinggi (> Rp8 Juta) memiliki tingkat pembayaran cicilan pinjaman yang paling tinggi (30 persen). Hal tersebut menyebabkan potensi tabungan yang semakin rendah dari kelompok rumah tangga berpendapatan tinggi.

Pada triwulan I 2017 terjadi sedikit peningkatan risiko dari sisi kredit karena peningkatan jumlah rumah tangga yang memiliki Debt Service Ratio lebih dari 30persen (DSR > 30persen). Kelompok rumah tangga dengan pendapatan Rp 1 – 2 Juta memiliki rasio DSR > 30 tertinggi di antara kelompok rumah tangga lainnya, yaitu sebesar 6,2persen.

Sementara itu,  Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) mengindikasikan, kegiatan usaha triwulan I-2017 melambat dibanding triwulan sebelumnya. Perlambatan kegiatan usaha tersebut diikuti oleh penurunan penggunaan tenaga kerja dan penurunan rentabilitas.  Perlambatan tersebut terkait penurunan kegiatan usaha Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, serta Sektor Bangunan.

Penggunaan tenaga kerja mengalamai penurunan dialami oleh Sektor Bangunan, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, serta Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan.

Bank Indonesia dan TPID NTB telah menyusun program kerja yang akan menjadi pedoman dalam pengendalian inflasi daerah selama tahun 2017. Sebagai upaya untuk monitoring harga antar daerah di Provinsi NTB, saat ini di Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) nasional (www.hargapangan.id).

Secara keseluruhan tahun 2017 inflasi NTB diperkirakan berada dalam target inflasi nasional sebesar 4±1 persen. Meskipun demikian, terdapat beberapa risiko inflasi yang perlu diwaspadai, diantaranya risiko cuaca dan anomali iklim yang masih berpotensi mengganggu produksi tanaman pangan maupun hortikultura di tahun 2017.

Meningkatnya permintaan masyarakat seiring dengan peningkatan kunjungan wisatawan ke NTB. Dan kemungkinan penyesuaian tarif administered price (BBM dan Listik) seiring dengan fluktuasi harga minyak dunia. (bul)