Butuh 100 Tahun untuk Perbaiki Kerusakan Hutan di NTB

0

Mataram (Suara NTB) – Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB tak memungkiri pemicu banjir yang terjadi pada sebagian wilayah NTB akibat kerusakan kawasan hutan dan daerah pengangga yang berada di hulu. Berdasarkan data Dinas LHK, 578 ribu hektar lahan hutan dan luar kawasan hutan yang kritis.

“Saya sudah sampaikan bahwa banjir ini penyebabnya tak bisa disembunyikan.  Bahwa kondisi hulu sudah kritis. Jadi alam itu menjawab sekarang. Ndak bisa kita tutupi, sebagai bagian dari dampak perambahan hutan, illegal logging. Tapi perambahan yang paling banyak,’’ kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas LHK NTB, Ir. Madani Mukarom, M.Si ketika dikonfirmasi Suara NTB, Kamis lalu.

Berdasarkan citra satelit, kondisi hutan NTB memang sudah kritis. Baik itu di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan yang menjadi daerah penyangga.

Untuk daerah Bima, kata Madani, pemerintah pusat sudah menyiapkan anggaran untuk merehabilitasi hutan yang menyebabkan banjir bandang Desember 2016 lalu.

Mantan Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Rinjani Barat ini mengatakan, untuk kabupaten lainnya yang diterjang banjir saat ini, juga akan diusulkan ke pusat untuk merehabilitasi lahan-lahan yang kritis. Ia mengatakan, banjir yang terjadi di Bima,  sudah merembet sampai Sumbawa Barat.

Ia meyakini, penyebab banjir itu adalah rusaknya daerah hulu, yakni kawasan hutan dan daerah penyangga yang berada di luar kawasan hutan. Ia menyebutkan, luas kawasan hutan dan luar kawasan hutan yang kritis di NTB mencapai 578 ribu hektar.

Dalam setahun, pemerintah hanya mampu merehabilitasi sekitar 9.000 hektar lahan hutan yang kritis tersebut. Tahun ini, kata Madani, Pemprov mengalokasikan anggaran untuk merehabilitasi hutan seluas 1.100 hektar. Sedangkan dari APBN hanya seluas 425 hektar. Artinya, untuk tahun 2017, luas kawasan hutan yang kritis yang akan direhabilitasi sebanyak 1.425 hektar.

‘’Jadi berapa tahun itu, 100 tahun butuh merehabilitasi hutan yang kritis jika kondisi seperti ini,’’ terangnya.

Jika pemerintah ingin merehabilitasi hutan NTB dalam lima tahun, maka setiap tahun harus dialokasikan anggaran merehabilitasi lahan seluas 120 ribu hektar. Tapi jika mau diselesaikan dalam waktu 10 tahun, maka luas lahan yang direhabilitasi sekitar 60 ribu hektar per tahun. Ia mengatakan butuh anggaran triliunan rupiah untuk merehabilitasi lahan hutan yang kritis tersebut.

‘’Makanya kita sekarang bertahan dengan kondisi yang ada. Meningkatkan patroli dan pengamanan hutan yang berlapis. Minimal itu untuk upaya defensif, mempertahankan kondisi  yang ada. Upaya rehabilitasi dari berbagi pihak akan kita dorong juga,’’ ucapnya.

Pascapengelolaan bidang kehutanan ditarik ke provinsi, lanjut Madani, kegiatan rutin yang turun dari pusat juga tidak ada. Dulu, pemerintah kabupaten mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) sekitar Rp 15 miliar untuk bidang kehutanan seluruh NTB.

“Itu tak ada sekarang masuk ke kita,” terangnya. (nas)